Wednesday, February 23, 2011

Jengah Dalam Segelas Kopi (Kolaborasi Puisi Sinyo Manteman dan Danielle Woro Prabandari)



dalam cangkir kopi pagiku
getir masih setia larut bersama pekat hitam warnanya
masih sama seperti hari kemarin saja
tentang rasa yang kusesap sedikitsedikit
tak lagi ada kejanggalan pada lidah yang sudah terbiasa


Maaf aku menyambutmu saat segala sesuatu terlihat serba salah
Kusodorkan secangkir kopi berharap manis tersesap
Tapi siapakah yang dapat mengatur kuasa hati?
saat lidah menjadi kelu dan senyummu terasa sembilu
dan kita hanya bisa duduk berhadapan dengan secangkir kopi di tangan
menikmati pahit yang tak lagi janggal dalam ruang hampa yang membosankan....

barangkali memang tak pernah ada yang tahu
siapa yang bisa mengatur kuasa, lalu senyum berubah kaku
duduk berhadapan dengan cangkir kopi masingmasing
dengan samasama diam apa tak terlihat janggal?
oh, aku lupa bahwa kita kerap melakukannya, bukan? samasama diam
sampaisampai mungkin kita mencoba membunuh jengah itu sendirisendiri

sepertinya waktu bukan milik kita
dan waktu memang enggan untuk kita miliki
rasarasanya aku ingin cepatcepat beranjak
tapi entah apa dari dirimu
yang membuatku terpaku
dan aku masih dengan secangkir kopi, gelisah sendiri
: menyebalkan bukan?


bukankah memang seharusnya seperti itu?
senyawa kafeina dalam cangkir kita masingmasing
adalah pembuat gelisah
degup jantung yang tak lagi konstan
lalu pikiran yang entah mengawang kemana
seperti memang tak semestinya ada di sini
pun sama denganku, enggan beranjak
meski sebenarnya, aku ingin segera pergi
tapi tanganku melekat pada cangkir kopi ini

Adakah tombol yang bisa kutekan untuk mempercepat waktu berlalu?
Aaaaaarrrgh!!! aku ingin cepat-cepat pergi dari sini!
Aku begitu jengah! Aku begitu gerah!
bukan karena kamu atau kopi ditangan! aku perlu hujan!
Tapi waktu memberiku pancaroba......

ah, kau, yang benar saja
walaupun kau cari di kolong meja
atau di saku bajumu pun
tak akan kau temukan tombol itu
kecuali kau larutkan sejumput kesal
dan sekelumit serapah pada cangkir kopimu
lalu hempaskanlah dengan teriakan
mungkin arakan awanawan segera datang
menyiram gerahmu dengan hujan
baru kau bisa melangkah tinggalkan jengah itu

Ceruk dalam palung jiwa
Retak memanjang di sudut pancaroba
Hibernasi diri bukan solusi
Meski meringkuk terlipat
Masih juga badai kencang menghantam kuat
Hanya menunggu waktu
Untuk beranjak menyambut musim baru
Tenggelamkan diri dalam dimensi lain paralel kehidupan...

begini saja, bagaimana jika kita samasama beranjak
tinggalkan segala jengah di meja ini
biar dingin sedingin cangkir kopi kita yang sudah tiris
aku tak akan menatap punggungmu setelah ini
dan baiklah, akan kulewati waktu untuk musim berikutnya
...

yah, kita tinggalkan jengah dan sumpah serapah
dimeja ini hanya ampas kopi dah pahitnya hidup
kita akan beradu punggung
dan berlalu hingga musim berikutnya...

1 comment: