#fiksiminisore#
Tidak
selamanya aku akur dengan Ibuku, kami tidak sepakat dalam banyak hal.
Dulu waktu aku masih tujuh belas tahun, putus cinta adalah akhir dari
segalanya buatku dan bagi ibuku itu adalah cinta monyet yang tidak perlu
ditanggapi. Dan tujuh belas tahun kemudian, patah hati adalah pola yang
biasa bagiku. Di usia tigapuluhan ini cepat atau lambat dalam
berkomitmen bukan lagi masalah. Itu adalah topik
nomor sekian setelah deadline kantor dan tagihan kartu kredit.
Sementara bagi Ibuku, masalah cinta sama pentingnya dengan urusan
perdamaian dunia. Aku seperti patung porselen antik koleksinya yang dia
bawa kemana-mana untuk dipamerkan tapi juga begitu dijaga agar tidak
retak. Hahahahahaha....
No comments:
Post a Comment